Clock

Jumat, 08 Maret 2013

Rukun dan Syarat Pelaksanaan Wakaf


Dalam fikih wakaf biasanya dikemukakan , bahwa suatu wakaf sah apabila terpenuhi rukun dan syaratnya, yaitu:
1.  Rukun Wakaf ada 4 macam, yaitu :
a.  Wakif, yaitu orang yang berwakaf.
b.  Maukuf bih, yaitu barang yang diwakafkan.
c.  Maukuf ‘alaih, yaitu pihak yang diberi wakaf atau peruntukan wakaf.
d.  Shighat, yaitu pernyataan atau ikrar wakif seagai suatu kehendak  untuk mewakafkan sebagian harta bendanya.

Menurut  UU  Nomor  41  Tahun  2004,  pelaksanaan  wakaf  harus  dipenuhi  6 unsur-unsur, yaitu : 
a.  Wakif;
b.  Nadzir;
c.  Harta benda wakaf;
d.  Ikrar wakaf;
e.  Peruntukan harta benda wakaf;
f.  Jangka waktu wakaf

2.  Syarat Wakaf
a.  Syarat bagi Wakif
Orang  yang  mewakafkan  disyaratkan  harus  cakap  berindak  dalam  membelanjakan hartanya. Kecakapan bertindak ini meliputi 4 ( empat ) kreteria, yaitu :
-  Merdeka
-  Berakal sehat
-  Dewasa
-  Tidak berada di bawah pengampuan.
Syarat-syarat di atas adalah dieruntukkan bagi perorangan. Menurut UU Nomor 41  Tahun  2004,  wakif  tidak  sebatas  perorangan  tapi  juga  bisa  organisasi  dan  badan badan  hukum.  Jika  wakif berupa perorangan  sayat syarat  yang  harus dipenuhi wakif adalah :  dewasa,  barakal  sehat,  tidak  terhalang  melakukan  perbuatan  hukum,  dan pemilik sah harta wakaf.
Jika wakif berupa berupa organisasi atau badan  hukum, tampaknya UU menyerahkan persyaratan  wakif  kepada anggaran  dasar  organisasi yang  besangkutan  jika  wakif berupa organisasi dan ketentuan badan hukum jika wakif berupa badan hukum.

b.  Syarat Maukuf bih
Benda  yang  diwakafkan  dipandang  sah  untuk  diwakafkan  apabila  memenui syarat sebagai berikut :
-  Harus mempunyai nilai/ berguna;
-  Benda tetap atau benda bergerak yang dibenarkan untuk diwakafkan.
-  Benda yang diwakafkan harus diketahui ketika diakadkan.
-  Benda yang diwakafkan telah menjadi milik tetap si wakif ketika diakadkan.

Dalam  UU  Nomor  41  Tahun  2004,  barang  yang  diwakafkan  hanya  diberikan ketentuan  yang  bersifat  umum  yaitu  bahwa  harta  benda  tersebut  harus  dimiliki  dan dikuasai wakif secara  sah. Hanya saja  mengenai jenis dan  macamnya telah disebut secara limitatif.

c. Syarat Maukuf Alaih
Tujuan  wakaf  atau  peruntukan  wakaf  disyaratkan  dimanfaatkan    dalam  batas-batas  yang sesuai dan diperbolehkan menurut Syariat Islam. Faisal  Haq,  mengemukakan bahwa  yang dimaksud  mahkum alaih  ini  menurut Fikih di samping apa tujuan wakaf juga siapa penerima wakaf tersebut. Adapun syarat penerima wakaf tersebut, menurutnya adalah harus dinyatakan secara tegas  dan  jelas  pada  saat  ikrar  wakaf  diucapkan.  Apabila  wakaf  ahli  harus             disebutkan  nama    atau  sifat  maukuf  alaih  sebara  jelas  dan  jika  wakaf  itu  wakaf khairy  atau  ditujukan  untuk  umum,  suatu  badan  hukum  atau  tempat  ibadah,  harus ada nadhir/pengawas yang ditunjuk untuk mengelola wakaf tersebut.

Menurut  UU Nomor 41 Tahun 2004, pada ketentuan Pasal 22 secara  limitatif  telah ditegaskan, bahwa peruntukan wakaf  adalah sebagai berikut :
a.  sarana ibadah dan kegiatan ibadah;
b.  sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c.  bantuan kepada fakir miskin, anak terlantas, yatim piatu, bea siswa;
d.  kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan atau
e.  kemajauan  kesejahteraan  umum  lainnya  yang  tidsak  bertentangan  dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan  peruntukan  tersebut,  dengan  mengacu  kepada  ketentuan  huruf  d tampaknya bukan ketentuan  yang bersifat kumulatif tetapi  hanya alternatif. Artinya, dalam  praktek  misalnya  ketika  seseorang  ingin  mewaklafkan  harta  bendanya    dan harus  menyebut  peruntukannya,  maka  dapat  memilih  salah  satu  peruntukan  yang diinginkan sesuai dengan kondisi harta yang ingin diwakafkan.

d.  Syarat Shighat
Sighat  akad  ialah  segala  ucapan,  tulisan  atau  isyarat  dari  orang  yang  berakad  untuk menyatakan kehendak dan  menjelaskan  apa  yang diinginkannya. O leh karena  wakaf merupakan salah satu bentuk tasharruf/ tabarru” maka  sudah dinggap selesai dengan adanya ijab saja meskipun tidak diikuti dengan qabul dari penerima wakaf.Sedangkan  tujuan  wakaf  harus  ditujuan  untuk  ibadah  dan  mengharapkan balasan/pahala dari Allah SWT.
Menurut Fikih lafad shighat wakaf tersebut ada 2 macam, yaitu :
-  lafad yang jelas ( sharih ), seperti :  ( Aku mewakafkan, aku menahan, aku mendemarkan )
-  Lafad kiasan ( kinayah ), seperti :   ( Aku mensedekahkan, aku melarang, aku mengekalkan )
Adapun syarat sahnya shighat ijab, baik berupa  ucapan atau tulisan ialah :
-  shighat harus terjadi seketika /selesai ( munjazah )
-  shigat  tersebut tidak diikuti dengan syarat  yang bathil, yaitu syarat  yang menodai
dasar wakaf. Misalnya, “Saya wakafkan rumah ini untuk diri saya sendiri seumur hidup,  kemudian  setelah  saya  meninggal  untu  anak-anak  dan  cucu  saya  dengan syarat bahwa saya boleh  menggadaikannya kapan saja saya kehendaki... atau  jika saya meninggal wakaf ini menjadi  harta waris bagi para ahli waris saya.
-  Shighat tidak diikuti pembaytasan waktu terentu.
-  Tidak  mengandung  pengertian  untuk    mencabut  kembali  wakaf  yang  suidah
dilakukan.
Menurut Faisal, syarat tersebut pada prinsipnya telah disepakati oleh semua golongan Ulama, keculai para Ulama Madzhab Maliki.

Dalam  UU  Nomor  41  Tahun  2004,  rukun  dan  syarat  wakaf  memang  tidak dirinci  sebagaimana  dalam  fiqih.  Sekalipun  demikian  tidak  berarti  karena  itu  UU tersebut  kurang  memperhatikan  keabsahan  pelaksaan wakaf dari  aspek syariat. Sebab,  dalam  UU  tersebut  ditegaskan  bahwa  : “ Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syari’ah”.  Dengan  demikian,  UU  tetap  memberikan  kewenangan  terhadap syariat Islam untuk menilai keabsahan pelaksanaan wakaf, termasuk dalam hal syarat dan rukun wakaf ini.


(Oleh: H.Asmu’i Syarkowi)
(Sumber: http://www.badilag.net)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Contact our Support

Email us: pusatwakaf@yahoo.com

Our Team Members