Di bulan nan suci ini, sudah sepatutnya muslim menyambutnya
dengan penuh suka cita dan menjauhkan diri dari kesedihan. Kesedihan, memang
hadir dalam kehidupan manusia. Namun, tak perlu ada kesedihan yang berlebihan.
Sebab orang beriman, sepenuhnya sadar bahwa sesuatu yang ia miliki, masalah
yang ia hadapi dari dan akan kembali kepada Allah.
Firman Allah Ta’ala: ‘’Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Al-Baqoroh: 155). Selain itu, orang yang optimis selalu mengucapkan kalimah
istirjaa (pernyataan kembali pada Allah) ‘’(yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘’Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji'uun’’ (Al-Baqoroh: 156).
Dalam kitab Nashooihul ‘Ibad karya Syeikh Muhammad Nawawi
Al-Bantani, disebutkan hadits mengenai tiga hal yang harus diwaspadai. Hal-hal
yang harus diwaspadai tersebut ialah:
Pertama, hindari kesedihan di pagi hari dan mengeluhkan
kesulitan hidup kepada orang lain. Mulailah menempuh pagi hari kita dengan rasa
syukur dan kebahagiaan. Bersyukur karena Allah masih memberikan umur dan
kesehatan. Jika mengawali pagi hari dengan kesedihan, maka hidup yang dijalani
pun akan terasa berat dan sulit.
Bila seseorang terbiasa bersedih di pagi hari, berarti
seakan-akan ia mengeluhkan Allah. Mengeluhkan nasib yang Allah takdirkan untuk
kita. Melakukan syikayah (pengaduan) atas nasib buruk yang dialami seseorang
kepada orang lain termasuk pertanda tidak ridha atas bagian yang telah Allah
berikan. Seseorang hanya pantas melakukan syikayah pada Allah, bukan pada
selain-Nya. Lagi pula syikayah pada Allah adalah doa.
Sungguh, Allah dekat jika kita mendekat. Sebaliknya, Allah
akan jauh manakala kita pun menjauh. Doa, diucapkan dalam bahasa apa pun, jika
kita ada keyakinan di hati kita pasti akan dikabulkan oleh-Nya. Hal ini
ditegaskan Allah dalam surah berikut, ’’ Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
hina dina.’’ (QS. Al-Mu’min: 60).
Kedua, hindari kesedihan pagi hari karena urusan duniawi.
Kesedihan yang terpancar pada hamba Allah di pagi hari berarti ia tidak puas
dengan ketetapan Allah. Urusan duniawi memang penting. Namun, kesulitan duniawi
tak perlu terus-menerus diratapi. Allah mengisyaratkan agar seorang hamba
menyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrowi. Karena, kehidupan dunia hanyalah
kesenangan yang memperdayakan.
’’Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.’’ (QS. Al-Qashash: 77).
Dalam ayat lain, Allah berfirman, ’’Sesungguhnya kehidupan
dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa,
Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.
(QS. Muhammad: 36).
Jika ditinjau dari sudut pandang psikologis, maka pakar
psikologi Amerika, Dr. Dicks memberikan resep hidup bahagia yang mungkin mulai
saat ini dapat diterapkan. Menurut Dr. Dicks hidup bahagia itu adalah seni
keindahan yang memiliki sepuluh dimensi.
Sepuluh resep itu ialah melakukan pekerjaan yang kita
cintai, memperhatikan kesehatan karena kesehatan merupakan ruh kebahagiaan,
memiliki tujuan hidup, menjalani kehidupan apa adanya dan menerima dengan
ikhlas segala ketetapan Tuhan, hidup hari ini dengan tidak menyesali masa lalu
serta gelisah dengan masa yang akan datang, berpikir sebelum bertindak, hidup
dengan memandang ke bawah (sederhana), membiasakan tersenyum dan berkawan
dengan orang-orang yang optimis, berusaha membahagiakan orang lain, dan
memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang bagus sebagai jalan menuju kebahagiaan.
Ketiga, hindari menghormati seseorang karena kekayaannya.
Seseorang yang menghormati seseorang karena kekayaannya, berarti sungguh
lenyaplah duapertiga agamanya. Harta dan tahta kerap membutakan mata hati
manusia.
Terlebih di zaman yang semakin dahsyat ini, di mana segala
sesuatu hanya dipandang dari segi materi belaka. Sebagai contoh, banyak orang
yang kurang mampu tak bisa berobat dengan layak lantaran mereka tidak mempunyai
uang. Padahal sejatinya, tidak ada yang abadi di dunia ini. Termasuk harta
kekayaan. Semua itu akan lenyap. Hanya amal jariah, anak sholeh dan ilmu yang
bermanfaat yang abadi sebagai bekal di akhirat nanti.
Allah menganjurkan agar kita menghormati seseorang karena
ketinggian ilmunya, bukan kekayaannya. Karena seseorang yang memiliki keluasan
ilmu pengetahuan lebih mulia derajatnya di hadapan Allah ketimbang orang yang
memiliki banyak harta namun kosong ilmu.
’’Allah meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu
dengan beberapa derajat.’’ (QS. Al-Mujaadalah: 11). Bahkan, Allah menunjukkan
jalan bahwa siapa yang ingin meraih kehidupan dunia, akhirat dan kedua-duanya
(dunia-akhirat) hanya dengan ilmu. ’’Barang siapa yang menginginkan kehidupan
dunia, hendaklah dengan ilmu. Siapa yang ingin kehidupan akhirat dengan ilmu.
Dan siapa yang menginginkan keduanya (dunia-akhirat), juga dengan ilmu.’’ (HR.
Bukhori dan Muslim).
(Sumber :
http://saga-islamicnet.blogspot.com)
0 komentar:
Posting Komentar